Cari Blog Ini

Jumat, 11 Juni 2010

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPOFUNGSI HIPOFISIS POSTERIOR (DIABETES INSIPIDUS)

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR HIPOFISIS

A. DEFENISI
Hipofisis merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak.
Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).
Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya mengendalikan fungsi:
1) Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur dan buah zakar)
2) Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
3) Pertumbuhan seluruh tubuh.
Hipofisa posterior menghasilkan hormon yang berfungsi:
1) Mengatur keseimbangan air
2) Merangsang pengeluaran air susu dari payudara wanita yang menyusui
3) Merangsang kontraksi rahim.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Hipofisis terletak di baris cranium dalam sella tursica yang terbentuk oleh os sphenoidale. Besarnya kira-kira 10 x 13 x 6 mm dan beratnya sekitar 0,5 gram.bentuk anatomis dari hipofisis sangat kompleks dan agar pengertian tentang susunannya ia harus ditinjau kembali sejak pembentukannya didalam embrio. Klinis kita mengenal hanya 2 bagian dari hipofisis, yakni ADENOHIPOFISIS (bagian anterior) dan NEUROHIPOFISIS (bagian posterior).
Berat adenohipofisis sekitar 75% dari seluruh hipofisis. Lobus anterior atau adenohipofisis yang berhubungan dngan hipotalamus melalui tangkai hipofisis, lobus anterior atau neurohipofisis sebagai lanjutan dari hipotalamus.
Lobus posterior kelenjar hipofisis terutama berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan.




Hipofisis
• Terletak di bawah hipotalamus
• Terdiri dari hipofisis anterior dan hipofisis posterior
• HIPOFISIS ANTERIOR: memproduksi growth hormone (GH), adreno corticotrophic hormon (ACTH), thyroid stimulating hormone, (TSH), follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), prolaktin, thyrotropin releasing hormone
• HIPOFISIS POSTERIOR: mengahsilkan anti diuretic hormone (ADH), oksitosisin
Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai hormon, melalui pembuluh darah yang secara langsung menghubungkan keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui impuls saraf.
Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya mengendalikan fungsi:
1) Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur dan buah zakar)
2) Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
3) Pertumbuhan seluruh tubuh.
Adenohipofisa juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan hormon yang menghambat sensasi nyeri.
Hipofisa posterior menghasilkan hormon yang berfungsi:
1) Mengatur keseimbangan air
2) Merangsang pengeluaran air susu dari payudara wanita yang menyusui
3) Merangsang kontraksi rahim.
Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa:
1. Hormon pertumbuhan (growth hormone) GH/ somatotropin
Location :Otot & tulang
Function :Meningkatkan pertumbuhan dengan mempengaruhi beberapa fungsi metabolisme seluruh tubuh, khususnya pembentukan protein
2. Prolaktin hormon adenokortikotropik (ACTH)
Location :Kelenjar adrenal
Function :mengatur sekresi beberapa hormon korteks adrenal, yang selanjutnya mempengaruhi metabolisme glukosa, protein, dan lemak.
3. Hormon stimulasi tiroid (TSH)
Location :Tiroid
Function :mengatur kecepatan sekresi tiroksin oleh kelenjer tiroid, dan tiroksin selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi – reaksi kimia seluruh tubuh
4. Prolaktin
Location :Kelenjar susu
Function :meningkatkan perkembangan kelenjar mammae dan pembentukan susu
5. hormon luteinisasi (LH)
Location :Indung telur (buah zakar)
Function :mengatur pertumbuhan gonad serta aktivitas reproduksinya.
6. hormon stimulasi folikel (FSH)
Location :Indung telur (buah zakar)
Function :mengatur pertumbuhan gonad serta aktivitas reproduksinya.
7. Oksitosin
Location :Rahim & kelenjar susu
Function :Berperan dalm proses persalinan bayi dan laktasi
8. Hormon antidiuretik (vasopresin)
Location :Ginjal
Function :Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.










LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPOFUNGSI HIPOFISIS POSTERIOR
(DIABETES INSIPIDUS)

A PENGERTIAN
Diabitus insipidus adalah gangguan metabolisme air karena kekurangan Anti Diuretik Hormon.
Penyakit ini disebabkan oleh kurangnya vasopressin (ADH).

B ETIOLOGI
1. Diabitus insipidus central atau neurogenik.
a) Kelainan hipotalumus dan kelenjar pituetary posterior karena familial atau idiopatic. Disebut diabitus insipidus primer.
Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary,-trauama, proses infeksi, gangguan aliran aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru di sebut diabitus insipidus sekunder.
b) Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
2. Diabitus insipidus Nephrogenik
a) Suatu defec yang diturunkan.
b) Tubulus ginjal tidak berespon terhadap ADH






C PATOFISIOLOGI & POHON MASALAH

D MANIFESTASI KLINIK
Diabitus insipidus dapat terjadi secara perlahan lahan atau secara cepat setelah trauma atau proses infeksi. Gejala utamanya adalah:
1. Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.001-1.005
2. Polidipsi 5- 10 lt/hari
3. Gejala dehidrasi( turgor kulit jelek, bibir kering dll)
4. Hiperosmolar serum (peningkatan konsentrasi ion dalam plasma darah)
5. Hipoosmolar urine (penurunan konsentrsi ion dalam urin)

Pada diabetes insipidus herediter, gejala primernya dapat berawal sejak lahir. Kalau keadaan ini terjadi pada usia dewasa, biasanya gejala poliuria memiliki awitan yang mendadak atau bertahap (insidius).
Penyakit ini tidak dapat dikendalikan dengan membatasi asupan cairan karena kehilangan urin dalam jumlah besar akan terus terjadi sekalipun tidak dilakukan penggantian cairan. Upaya-upaya untuk membatasi cairan akan membuat pasien tersiksa oleh keinginan minum yang luar biasa yang tidak pernah terpuaskan di samping akan menimbulkan keadaan hipernatremia dan dehidrasi yang berat.

E PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis:
1. Kausal : terhadap kelainan dalam hipotalamus/hipofisis.
2. Terapi substitusi dengan:
Desmopresin 10-20 ug intranasal (MINRIN) atau 1-4 ug subkutan, efektif selama 12-24 jam. MINRIN adalah derivat dari vasopressin dari pabrik FERRING AB, Malmoe, Swedia. Sudah lama digunakan dengan sukses di Eropa. Pemakaian mudah sekali karena dihirup secara intra nasal (bagi penulis ini pilihan utama).
Vaso pressin dalam aqua 5-10 U sub kutan, efektif antara 1-6 jam.
Lypressin 2-4 unit intranasal, efektif antara 4-6 jam.
Vasopressin dalam ol. Tannate 5 unit intramuskuler, efektif selama 24-72 jam.
3. Transplantasi:
Implantasi hipofisis kera subkutan. Biasanya implant ini tidak bisa bertahan lama.
4. Terapi medika mentosa, efektifitas diragukan.
Chlorpropamide (antikonvulsan kuat yang berkhasiat sebagai antiepileptik, psikotropik dan analgesik spesifik) 200-500 mgr perhari.
Clofebrate (belum jelas tapi di gunakan untuk obat yang menurunkan kadar kolesterol) 4x500 mgr perhari
Carbamazepine (untuk pengobatan epilepsi. Dipakai untuk epilepsi grand mal/ di gabungkan dengan obat lain untuk pasien yang resisten terhadap pengobatan). 400-600 mgr perhari
5. Terapi cairan parenteral
6. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
7. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan vasopresin (larutan pteresine).
Penatalaksanaan keperawatan:
Pasien yang diduga menderita Diabetes Insipidus memerlukan dorongan dan dukungan pada saat menjalani pemeriksaan untuk meneliti kemungkinan lesi cranial. Pasien dengan anggota keluarganya harus dijelaskan tentang perawatan tindak lanjut dan berbagai tindakan darurat. Kepada pasien juga disarankan untuk mengenakan tanda pengenal seperti gelan medic alert dan menyimpan obat serta informasi tentang kelainan ini disetiap saat. Penggunaan vasopressin harus dilakukan secara hati-hati jika terdapat penyakit arteri koroner karena tindakan ini menyebabkan vasokonstriksi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada pasien dengan diagnosa dibetes insipidus:
Dehidrasi.








DAFTAR PUSTAKA

Doenges.Marilynn.E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.1999.Rencana Asuhan Keperawatan edisi3.Jakarta:penerbit buku kedokteran EGC
Price, Lorriane.M.1995.Patofisiologi.Jakarta:EGC
http://sely-biru.blogspot.com/2010/03/askep-klien-gawat-darurat-gadar-dengan_29.html?zx=2ebae6d2183cf6bd
http://afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/24/diabetes-insipidus/
http://kasendaadhd.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_31.html







ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIPOFUNGSI HIPOFISIS POSTERIOR
(DIABETES INSIPIDUS)

A. PENGKAJIAN
1. Biodata
2. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan Utama
Gangguan tidur
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Buang air kecil yang sering dan perasaan dahaga yang hebat akan mengganggu istirahat pasien
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Trauma, inflamasi yang pernah terjadi
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga dan pengaruhnya terhadap diabetes insipidus
3. pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Istirahat Tidur
Pola istirahat klien akan terganggu karena BAK yang sering dan dahaga yang hebat.
b) Pola Aktivitas
Aktivitas terganggu karena BAK yang sering
c) Pola Nutrisi
Klien mengalami penurunan nafsu makan akibat dari dehidrasi.
d) Pola Eliminasi
Pada eliminasi urine klien mengalami sering BAK.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : lemah, lemas
TTV : Nadi, Suhu, TD, RR
Berat Badan : sama atau kurang dari berat badan sebelumnya.
Kepala dan wajah : wajah sayu,mata cowong
Mulut : bibir kering, mulut pucat
Dada : nafas cepat dan dangkal
Jantung : denyut cepat tapi lemah
Ekstremitas : ekstrimitas dingin
5. Pemeriksaan Penunjang
Tes defripasi cairan
Pengukuran kadar vasopressin plasma
Pengukuran osmolalitas plasma serta urin.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan : kebutuhan volume cairan kembali normal
Kriteia hasil :
• intake output seimbang
• urine, berat badan dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a) pantau masukan dan pengeluaran, catat warna dan volume cairan
R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan penganti,fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang di berikan.
b) Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500ml/hari dalam batas yang dapat di toleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat di berikan.
R/: mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
c) Kaji nadi perifer,pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi / volume sirkulasi yang adekuat.
d) Ukur berat badan setiap hari
R/: memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
e) Kaji tanda- tanda vital
R/: mengetahui keadaan umum pasien.

2. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan poliuria.
Tujuan : pola eliminasi urin kembali normal
Kriteria hasil :
• Pasien akan mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
• Pasien akan mempertahankan keseimbangan masuk keluarnya urin
• Pasien akan mengungkapkan / mendemostrasikan perilaku dan teknik untuk mencegah retensi urin.

Intervensi :
a) Kaji pola berkemih seperti frekuensi dan jumlahnya. Bandingan keluaran urin dan masukan cairan dan catat berat jenis urin
R/: mengidentifikasi fungsi kandung kemih (mis: pengosongan kandung kemih, fungsi ginjal dan keseimbangan cairan.
b) Palpasi adanya distensi kandung kemih dan observasi pengeluaran cairan
R/: disfungsi kandung kemih bervariasi, ketidakmampuan berhubungan dengan hilangnya kontraksi kandung kemih untuk merilekskan sfingter urinarius
c) Anjurkan pasien untuk minum/masukan cairan (2-4 /hr) termasuk juice yang mengandung asam askorbat
R/: membantu mempertahan fungsi ginjal, mencegah infeksi dan pembentukan batu
d) Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering lakukan perawatan kateter bila perlu
R/: menurunkan resiko terjadinya iritasi kulit/kerusakan kulit
e) Berikan pengobatan sesuai indikasi seperti: vitamin dan atau antiseptik urinarius
R/: mempertahankan lingkungan asam dan menghambat pertumbunhan bakteri (kuman)

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia
Tujuan : pasien bisa tidur dan mampu menentukan kebutuhan atau waktu tidur
Kriteria Hasil :
- pasien akan mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
- pasien akan melaporkan dapat beristirahat dengan cukup

Intervensi:
a) Berikan kesempatan untuk beristirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas mental/fisik pada sore hari
R/: karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang meningkatkan waktu tidur
b) Evaluasi tingkat stress/orientasi sesuai perkembangan hari demi hari
R/: peningkatan kebingungan, disorientasi da tingkah laku yang tidak koopertif dapat malanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas
c) Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat mandi dan masase punggung
R/: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk
d) Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur
R/: menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar mandi/berkemih selama malam hari
e) Putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih
R/: menurunkan stimulasi sensori dengan menghanbat suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun
Tujuan : nafsu makan pasien kembali normal
Kriteria Hasil :
• pasien akan menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboraturium normal dan tidak ada tanda malnutrisi
Intervensi :
a) Timbang berat badan tiap hari
R/: memberikan informasi tentang kebutuhan diit/keefektifan terapi
b) Anjurkan istirahat sebelum makan
R/: menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan
c) Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan situasi tidak terburu-buru, temani
R/: lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan
d) Dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diit
R/: keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut akanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala
e) Kolaborasi dengan ahli gizi
R/: membantu mengkaji kebutuhan nutrisi pasien dalam perubahan pencernaan daan fungsi usus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar